Minggu, 25 Juli 2010

Ketika Sebuah Proyek Menggangu Kenyamanan


Taman ayun merupakan objek wisata terkenal yang ada di Kecamatan Menggwi. Banyak wisatawan lokal maupun asing berkunjung ke pura ini, karena pemandangan pura, taman dan kolam yang bagus. Maklum menjadi prioritas pimpinan Badung saat ini.

Disisi lain, penantaan halaman parkir dengan pemasangan vaving sangatlah mengganggu kenyamanan bagi mereka yang melintasi jalan di depan pura taman ayun. Proyek yang memakan waktu lama dan tidak jelas kapan selesainya, sangat sering membikit jalan macet. Ditambah lagi banyaknya kendaraan pariwisata yang parkir disana.

Bagai manakah solusi yang harus dilkukan? Supaya kenyamanan kami sebagai masyarakat di seputran taman ayun kembali seperti dulu.

Minggu, 11 Juli 2010

Trimedya: Yusril Bisa Abaikan Panggilan Kejaksaan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi Hukum dari Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan menyatakan mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra bisa saja mengabaikan panggilan Kejaksaan untuk memeriksanya. "Tetapi bukan karena Hendarman Supandji (Jaksa Agung) sah atau tidak," kata Trimedya di Jakarta, Kamis (8/7).

Menurut Trimedya, alasan yang digunakan harusnya keraguan dasar kasus ini, sebenarnya politik atau murni hukum. Sebab penetapan Yusril dan Hartono Tanoesudibyo jauh sesudah penetapan para tersangkanya, atau sudah terlambat. "Hal ini bisa mengindikasikan seakan-akan negara ini jadi semacam pabrik isu," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan bidang hukum ini.

Tetapi, ia melanjutkan, Yusril tidak seharusnya mempermasalahkan keabsahan status jaksa agung di saat ini. Dari segi hukum tata negara, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Perundang-undangan membuat masa jabatan jaksa agung disesuaikan dengan Undang-Undang Kejaksaan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004), tidak sekadar Keputusan Presiden.

Sebelumnya, Ketua Komisi Hukum Benny K. Harman menyatakan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum dan kesahan Jaksa Agung Hendarman Supandji adalah dua hal yang berbeda. "Kalau mengenai kesahan jaksa agung masih ada perdebatan panjang. Harus diuji dulu melalui praperadilan," kata Benny.

ARYANI KRISTANTI (PDI Perjuangan_pdip. blogspot.com)

Selasa, 06 Juli 2010

Sekaa Teruna Tengah Gulingan


Desa Gulingan merupakan salah satu desa dinas dan desa adat yang ada di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Desa Gulingan terdiri dari tiga belas Banjar Adat, tiga belas Banjar Dinas dan dua belas Sekaa Teruna. Dari ketiga belas banjar tersebut diantaranya : Banjar Ulun Uma Wedan, Ulun Uma Badung, Babakan Kangin, Babakan Kawan. Tengah Kelod, Tengah Kaler, Lebah Sari, Badung, Angkebcanging, Munggu, Darmayasa, sedahan dan Banjar Batulumbung. Dari ketiga belas banjar tersebut, Banjar Tengah Kelod dan Banjar Tengah Kaler berada di bagian tengah – tengah dari desa gulingan. Kedua banjar ini memiliki pemerintahan tingkat banjar masing – masing, baik Kelihan Banjar Adat, Kelihan Banjar Dinas , maupun Kelompok PKK.
Meskipun masing – masing banjar memiliki administrasi yang berbeda, namun ada hal yang unik dari kedua banjar ini. Keunikan yang dimiliki kedua banjar ini bisa dikatakan, satu satunya yang ada di Bali bahkan di Indonesia. Hal ini dibuktikan; meskipun administrasi berbeda, kedua banjar ini dalam melaksanakan kegiatan sehari – hari, baik suka maupun duka adalah secara bersamaan. Terpisahnya administrasi dengann jumlah penduduk kurang lebih 800 jiwa, tidak membuat ikatan batin atau jiwa kedua warga banjar ini terpisah. Balai banjar yang dimiliki oleh kedua banjar ini adalah satu, yaitu WANTILAN TENGAH GULINGAN. Meskipun memiliki masing – masing kelihan banjar, perangkat banjar yang melengkapi setruktur kepengurusan baik bendahara maupun sekeretaris banjar adalah satu. Pelaksanaan Paruman (rapat banjar), piodalan dipura, upacara pengabenan dilakukan bersama dengan suara satu kentongan (kulkul). Kebersamaan dalam melaksankan kegiatan tersebut dibagi menjadi empat kelompok (tempekan). Pembagian tugas tersebut diputar setiap satu tahun sekali, terutama dalam melaksanakan piodalan dipura. Hal ini dikarenakan Banjar Tengah Gulingan memiliki empat pura yang menjadi tetegenan banjar. Dari keunikan yang dimiliki banjar ini, hal yang tidak kalah penting adalah: Organisasi kepemudaan yang dimiliki adalah satu; yaitu ”Sekaa Teruna Tengah Gulingan”.. Maka jumlah Sekaa Teruna di desa gulingan adalah dua belas Sekaa Teruna , dari tiga belas banjar yang ada.

Baca juga tulisan berikutnya:
1. Kejayaan Sekaa Teruna Tengah Gulingan.
2. Upaya Pihak Luar untuk memecah belah persatuan yang ada.
3. Degradasi mental anggota Sekaa Teruna Tengah Gulingan dan upaya untuk memperbaikinya.
4. Tidak percayanya generasi muda tengah gulingan terhadap pengelingsirnya.
5. Tantangan Sekaa Teruna Tengah Gulingan Dimasa yang akan datang.



Dego Pande Suryantara

Minggu, 04 Juli 2010

OTAK KIRI DAN OTAK KANAN MANUSIA

Ada orang yang menggemari ilmu perhitungan, ada juga yang tidak. Ada orang yang menggemari ilmu politik, ada juga yang tidak. Pasti Anda juga pernah bertanya-tanya, mengapa ada orang pandai dan orang bodoh? Tetapi, “Sebenarnya tidak ada orang bodoh di dunia ini, semua orang pandai pada bidangnya masing-masing.” Itu memang benar. Mengapa ini bisa terjadi?

Teori struktur dan fungsi pikiran menyatakan bahwa dua sisi otak yang berbeda mengontrol dua “mode” pemikiran yang berbeda pula. Teori itu juga menyatakan bahwa masing-masing dari kita memilih satu mode daripada yang lain. Di Indonesia, ada pembagian jurusan IPA dan IPS di sekolah menengah atas. Jurusan IPA didominasi oleh anak-anak yang pemikirannya cenderung melalui otak kiri, sementara jurusan IPS didominasi oleh anak-anak yang pemikirannya cenderung melalui otak kanan. Jadi, apa perbedaan pemikiran otak kiri dan kanan?

Bagi Anda yang tak mengerti maksud penjelasan gambar di atas, saya akan menjelaskannya untuk Anda. Mari kita mulai dari otak kiri.

Otak Kiri

1. Mampu melakukan satu pekerjaan dalam satu waktu.
2. Pemikirannya berurutan, contohnya A ke B ke C dan seterusnya.
3. Bila ditunjukkan potret wajah seseorang, perhatian langsung mengarah ke hal-hal
kecil seperti jerawat.
4. Membagi dunia ini menjadi bagian-bagian yang memiliki nama dan mudah diketahui.
5. Pikirannya logis, yang berarti melihat sebab dan akibat.
6. Mudah menerima hal-hal yang sudah dibuktikan di dunia ini, misalnya 2 x 2 = 4.
7. Memiliki nuansa pikiran informasi.
8. Memiliki pemikiran lurus / teratur (linear).
9. Pemikirannya dikuasai oleh peraturan, contohnya selalu menggambar pada urutan
titik-titik yang telah diatur terlebih dahulu, sangat bergantung pada informasi
yangsudah ada dan dikumpulkan sebelumnya.
10.Memiliki kekuatan sintaks, yaitu kemampuan gramatikal atau merangkai kata-kata
dengan mudah.
11. Mereka adalah seorang pemisah, yang berarti perbedaan lebih penting.
12. Mampu mengingat urutan motorik yang rumit (kompleks).
13. Selalu berbicara dan berbicara dan berbicara.
14. Mengetahui “bagaimana”.
15. Sangat ekspresif dalam kata-kata yang digunakan sebagai tanda, misalnya “seorang
wanita adalah manusia dengan jenis kelamin perempuan.

Otak Kanan

1. Mampu melakukan berbagai pekerjaan sekaligus dalam satu waktu.
2. Pemikirannya serentak (mendadak), contohnya sebuah gambar yang rumit (kompleks).
3. Bila ditunjukkan potret wajah seseorang, perhatian langsung mengarah ke
keseluruhan wajah.
4. Menyatukan dunia ini menjadi satu kesatuan.
5. Pikirannya analogis, yang berarti melihat kesamaan.
6. Memiliki nuansa pikiran emosional.
7. Memiliki pemikiran imajistik (mengkhayal).
8. Pemikirannya transformatif dan luas, contohnya selalu menggambar dengan pola
tanpa batas yang tidak terikat pada urutan-urutan, tapi garis di sekitar gambar
yang terikat dalam pikiran dan perasaan mereka.
9. Memiliki keterbatasan sintaks, tapi merespon kata-kata dengan gambar, yang
berarti mereka membaca sambil membayangkan apa yang tertulis di dalam bacaan.
10. Mereka adalah seorang penyatu, yang berarti kesatuan lebih penting.
11. Mampu mengingat gambar yang rumit (kompleks).
12. Mereka memiliki tipe tak banyak bicara, lebih banyak gambar dibanding kata-kata.
13. Mengetahui “apa”.
14. Mudah menerima kata-kata seperti “istri adalah wanita besar dan hangat, berpaha
putih, dirayu dan dinikahkan.”

Kemampuan otak kiri adalah berpikir secara analitik, logis, tepat, repetitif, terkumpul, mendetail, ilmiah, terikat, literal, berurutan. Sementara otak kanan berpikir secara kreatif, imajinatif, umum, intuitif, konseptual, gambaran besar, heuristik, empatetik, figuratif, tidak menentu.

Otak kiri cenderung menguasai aspek berbicara, menulis, matematika, ilmiah, alasan logis, dan penggunaan tangan kanan (right-handed). Sementara otak kanan cenderung menguasai musik, seni, bentuk tiga dimensi, memiliki banyak ide dan imajinasi, dan penggunaan tangan kiri (left-handed).

Sabtu, 03 Juli 2010

Mekemit lanjutan

Pagi pun tiba....... saatnya menanti matahari keluar agar semua dingin terlepas dari dalam raga ini..... saya bersama beli Ande novi,e bergegas menuju pinggir danau tamblingan, yang tujuannya tidak ada lain adalah untuk berjemur, sambil menatap matahari pagi dari danau tamblingan.
Dari kejauhan nampak yande putrawan, pande bali, pande lukis, beli yogi ngobrol bersama pak dedes yang didampingi pengelingsir lainnya. Bersama juga ditempat itu bapak Suteja Neka dengan memegang keris mendekati tempat itu. Setelah di telpn sama yande kami bertiga bergegas mendekati jaba pura yang masih di areal parkir. Sesampai disana bapak suteja neka juga sudah berdiri disamping pak dedes. Pak inilah penggagas yowana paramartha pande di tingkat kabupaten. Sambil menunjuk yande selaku koordinator denpasar dan saya selaku koordinator badung. Dengan bangganya bapak suteja neka menjawab : saya sangat mendukung dan mbersedia mempasilitasi pembentukan yowana ini.
Waktu berjalan tidak terasa. Satu per satu mobil memasuki areal parkir pura. Pada saat itu merupakan hari penyineban karya. Tampak pura dipenuhin sekitar 1500 semeton pande dari seluruh bali.
Upacara penyineban segera dimulai. Diawali dengan pembacaan prasasti tamblingan tahun caka 1932 (2010), yang merupakan jawaban dari prsasti 6 abad yang lalu, pada masa pemerintahan prabu wengker dimajapahit. Isi prsasti majapahit yang di jawad adalah: memerintahkan semua warga pande tamblingan yang rarud untuk kembali, karena upaya penyatuan nusantara oleh gajah mada sudah berhasil. Isi prasati tamblingan saat ini adalah: kami warga pande seluruh bali, telah kembali ketamblingan dan telah berhasil membangun sebuah pura ditempat peninggalan leluhur kami, dan saat ini telah dilaksanakan upacara pemelaspasan dan ngenteg linggih pura , yang kami beri nama " pura penataran pande tamblingan"
Upacara Naganyarin dan penyineban pun dimulai dengan dipuput tiga Sira Empu Pande., Setelah sembahyang dilaksanakan, novi'e dan beli ande nunas pewintenan, dan mereka duduk berdua layaknya orang yang melakukan upacara mebeyekaonan sampai proses pewintenan selesai. Setelah acara pewintenan dilanjutkan dengan nuek bagoa pulekerti , nanem bagia pulakerti dan ngiring ida betara meyoga ring pura penataran pande kayu putih......
Demikian perjalanan mekemit ini, tidak lupa saya sampaikan bahwa setelah 42 hari, tepatnya tanggal 7 agustus ini kembali dilaksanakan upacara di pura penataran pande tamblingan.......... suksma.

Jumat, 02 Juli 2010

Sekilas Tentang Mekemit Di Pura penataran Pande Tamblingan

28 juni 2010 jam 15.00 wita, beli Ande Taman Bali menghubungi saya, bahwa dia sudah siap - siap meluncur kegulingan. Dengan tergesa - gesa saya membereskan semua nota yang berserakan di atas meja, maklum baru habis panen dikandang, maklum mekuli dikandang siap ne. Sesampai dirumah berselang 15 menit Beli Ande Taman Bali kembali menelpon bahwa dia sudah ada di wantilan Banjar tengah Gulingan yang banyak terpasang bendera piala dunia 2010. Sya pun mencari beli ande keluar. Sesampai dirumah saya menghubungi rekan Yande Putrawan, dan dia mengkomfirmasi bahwa yande sudah siap - siap berangkat dari Denpasar...... saya pun bergegas mandi, sembari meminta beli ande untuk menunggu sebentar. sehabis mandi saya memakai pakean sembahyang dengan cepat. Berselang beberapa menit kemudian, kembali saya menghubungi rekan Yande Putrawan, dengan jawaban bahwa dia sudah sampai di jembatan perbatasan kapal dengan beringkit. Saya pun bergegas menuju jalan pretokol jurusan taman ayun - sangeh. dari kejauhan nampak mobil kijang yang dikendarai yande dengan menyalakan lampu dim nya. Mobil pun berhenti dengan disambut senyum manisnya Vi'e Inchigo Chan (Pande Novi), serta didalam mobil juga duduk beli Yogi Triana. kami pun berangkat menuju parkir danau beratan..
Dalam perjalanan NoVi'e sempat menghubungi Pande Bali dengan jawaban, bahwa dia sudah sampai di kapal. saya membisiki novi'e kta bertemu di bertan. Singkat cerita kami sudah sampai di pelataran parkir danau beratan. Tidak berselang lima menit, mobil hitam yang dikendarai beli Pande Bali memasuki pelataran parkir danau beratan. Dengan ciri khasnya Pande Lukis dengan ciri khasnya turun dari mobil, disusul Beli pande Bali serta istrinya Mbok merlyn yang buru - buru menanyakan toilet..... Singkat cerita.. perjalanan akan dilanjutkan setelah kita makan malam.
Setelah makan malam perjalanan ketamblingan dilanjutkan dengan suasana jalan yang penuh dengan kabut. Ya biasalah dengan gaya ugal - ugalannya, yande mengejar mobil beli pande bali yang berada di depan kami. Sampai pertigaan terakhir saya bersama yande, beli yogi dan novi'e tertawa melihat beli pande bali lupa jalur menuju kepura. perjalanan memasuki hutan dengan jalan yang memang tidak layak dilewati.
Kami pun sampai diparkir pura penataran pande tamblingan. Dengan pandangan yang tajam saya menatap parkir yang becek. Perasaan pun terkejut, dengan melihat mobil beli pande bali terpeleset dan hampir diderek. Mobil yande pun terpeleset, tidak tendeng aling aling lagi yande menginjak gasnya sampai mobil parkir dengan benar. Semua crew turun dari mobil dan bergegas menuju pura. dari kejauhan tampak wajah Pande Hardy Sarjana, dan saya segera mendekati. Nyen ajak Gus??? begitu pertanyaan yang keluar. Agus menjawab : bahwa dia bersama bapaknya yang malam itu ngayah nopeng sambil mengambil pakean tarinya. Ya kita kumpul nanti, kami mau sembahyang dulu.... sambil perlahan meninggalkan agus. Tidak lupa saya mengambil hp dan sms seseorang yang dari tadi selau meminta info tentang perjalanan menuju pura malam itu. Singkat cerita kami sembahyang dipura penataran pande tamblingan. Setelah itu dilanjutkan menuju pura dalem sunia. jalan yang gelap hampir saja membawa saya tepeleset kejurang, untung beli ande segera memberi saran. Setelah sembahyang di pura dalem sunia kami kembali menuju parkiran. Dalam perjalanan beli ande mulai kasak kisik mendekati novi'e sambil menayakan perihal sembahyang tadi........ Dingin pun mulai mencekam, sampai sampai terasa menusuk tulang.
Diparkir Beli Ande duduk bersama novi'e sambil melanjutkan obrolannya. Saya pun segera memakai pakean anti dingin. Meskipun dengan pakean lengkap dingin masih terasa. lain cerita, asiknya novi;e dan beli ande ngobrol, beli pande bali mulai berulah dengan kamera kecilnya..... inilah yang menjadi publik gosip nanti di celoteh yowana MSWP.....
Ngantuk mulai menyerang karena waktu sudah mnunjukan puku 01.00 wita. Beli ande dan novi'e masuk mobil untuk tidur disusul yande. Saya waktu itu tidak kebagian tempat, dan paling ngalih tongos pules kwkwkwkwkwwkw. saya heran malam itu dengan pande lukis. Dinginnya cuaca tidak terasa baginya. satu satunya orang dipura yang tidak memakai jacket adalah pande lukis. Untuk menghilangkan dingin beli yogi, pande lukis dan pande bali di ikuti mbok merlyn menuju prapen. Saya kasak - kisik mengambil 2 kursi untuk dijadikan tempat tidur.................... setelah sempat tidur sebentar, saya terbangun dan segera menuju prapen. sampai di prapen saya tecengu melihat tumbak hasil karya mereka....... waktu berjalan sampai pagi........... (Sekian dulu.... untuk kelanjutannya menyusul)

Sekilas Tentang Situs Tamblingan

Berbicara tentang Pura Penataran Pande Tamblingan yang dahulu dikenal sebagai Pura Catur Lepus, tidak bisa lepas dari penemuan Situs Tamblingan yang berawal dari penemuan sebuah lempeng prasasti tembaga oleh Pan Niki (warga Desa Wanagiri) pada tahun 1997.

Prasasti yang berangka tahun 1306 Isaka tersebut, yang selanjutnya disebut Prasasti Tamblingan berisi perintah penguasa wilayah pada waktu itu kepada Warga Pande Besi di Tamblingan yang telah lama meninggalkan desanya, agar segera kembali ke Tamblingan untuk bekerja sebagaimana biasanya seperti dahulu. Prasasti yang hingga saat ini masih tersimpan rapi di Pura Pamulungan Agung, Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, terbuat dari lempengan tembaga dimana kedua sisinya berisi tatahan aksara dan bahasa Jawa Kuna.

Pada hari Wrehaspati Kliwon Ukir tanggal 26 September 2002, kembali ditemukan empat kelompok prasasti, ketika warga melakukan kegiatan meresik-resik di Pura Endek. Pura Endek adalah salah satu pura yang terdapat di tengah hutan¬ di tepi Danau Tamblingan, seperti Pura Penimbangan, Pura Sanghyang Kauh, Pura Gubug, Pura Embeng, Pura Dalem Tamblingan, Pura Pangukusan, Pura Pangukiran, dan lainnya. Prasasti itu ditemukan dalam sebuah guci buatan Vietnam dari kedalaman permukaan tanah. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Raja Ugrasena, Raja Udayana dan Raja Suradipa.

Secara umum keempat prasasti itu mencatatkan eksistensi hebat Warga Pande Tamblingan yang berada di wilayah sekitar Danau Tamblingan. Pembuatan baju besi berkualitas tinggi yang berhasil dibuat Warga Pande Tamblingan, demikian juga pembuatan papilih mas (pande mas), papilih besi (pande besi) dan Gamelan Slonding. Deskripsi yang ada menunjukkan bahwa Warga Pande Tamblingan sangat profesional dengan profesi kepandeannya, dikagumi oleh penguasa dan ditakuti oleh musuh. Atas keistimewaan dan kecerdasan Warga Pande Tamblingan ini, maka penguasa Bali ketika itu memberikan hak istimewa kepada Warga Pande Tamblingan dan para penabuh gamelan Slonding, untuk dibebaskan dari pengenaan pajak.

Berdasarkan fakta dan data yang terdapat di daerah situs Tamblingan dan Beratan, terutama berdasarkan ukuran besar dan kecilnya peninggalan pangububan (alat untuk memanaskan besi, tembaga atau emas), maka dapat dikatakan bahwa di sekitar Danau Tamblingan merupakan komunitas Pande Besi, sementara di sekitar Danau Beratan merupakan komunitas Pande Mas. Sedangkan Pande Tusan wilayah komunitasnya adalah di Klungkung.

Berkenaan dengan profesi ini mencerminkan bahwa lempengan-lempengan prasasti yang terbuat dari tembaga adalah hasil buatan dari warga Pande Tamblingan sendiri. Di samping berupa lempengan tembaga sehingga disebut Tambra Prasasti, prasasti juga bisa dibuat dari lempengan besi atau juga dari daun-daun rontal yang disebut Ripta Prasasti.

Di daerah Bali khususnya dan Indonesia umumnya, banyak sekali terdapat situs-situs purbakala. Situs Tamblingan adalah salah satu dari sekian banyak situs tersebut. Dinamakan Situs Tamblingan, karena kawasan situs terletak di tepi Danau Tamblingan, danau seluas 110 hektar yang dikelilingi oleh Gunung Lesong, Bukit Naga Loka, Asah Munduk, Asah Gobleg dan Asah Panji. Danau Tamblingan adalah salah satu dari tiga buah kaldeira purba akibat letusan Gunung Beratan Purba, di samping Danau Beratan dan Danau Buyan.

Secara geografis situs Tamblingan berada di antara sekitar 8 derajat Lintang Selatan dan 11,5 derajat Bujur Timur dengan ketinggian 1.127 sampai dengan 1.248 meter di atas permukaan air laut. Terletak di tepi timur dan selatan Danau Tamblingan yang merupakan kaki barat laut Gunung Lesong (salah satu gugusan pegunungan seperti Gunung Batukaru, Sengayang, Pohen dan beberapa bukit seperti Bukit Batu Tapak, Bukit Pucuk, Bukit Naga Loka, Bukit Adeng dan lain-lain).

Benda-benda purbakala yang ditemukan di situs Tamblingan antara lain dolmen atau meja batu dengan panjang 32,5 centimeter, lebar 220 centimeter dan tinggi 80 centimeter sebagai meja saji tempat duduknya kepala suku. Celak Katong Lugeng Luwih yang terbuat dari batu monolit. Aneka gerabah berwarna cokelat, hitam dan merah seperti periuk, pasu, cawan, padupan, kendi. Aneka keramik seperti mangkok, cepuk, piring, tempayan, guci, dan buli-buli. Manik-manik yang terbuat dari batu akik berbentuk bulat panjang dan silindrik. Sisa-sisa hewani seperti kijang, rusa, menjangan, babi, sapi, kera dan lain-lainnya. Gacuk yakni permainan anak-anak yang terbuat dari pecahan keramik. Benda-benda logam seperti batangan besi, fragmen tombak, cincin, kaitan terbuat dari besi, perunggu dan lain-lain. Mulut perapian berupa batu berlubang. Batu landasan dan batu asahan yang merupakan alat-alat pande besi. Palungan batu sebagai bak pendingin ketika memanaskan logam. Struktur yang terbuat dari batu andesit dan bata mentah yang menunjukkan adanya pemukiman di daerah situs tersebut.

Dengan melihat penemuan-penemuan yang terdapat di situs Tamblingan, bisa dikatakan bahwa komunitas yang bermukim di wilayah sekitar Tamblingan adalah warga atau komunitas Pande, komunitas yang profesional dalam bidang pekerjaannya. Akan tetapi mengapa pada akhirnya komunitas itu meninggalkan kawasan dengan jalan menyimpan alat-alat peninggalan berupa prasasti di dalam tanah, bahkan mungkin juga menenggelamkan di Danau Tamblingan. Warganya sendiri nyineb raga (menyembunyikan identitas), bahkan tidak mau lagi kembali walau setidaknya dua raja telah memerintahkan untuk kembali.

* * *

Tulisan diatas saya ambil dari Buku ‘Catatan Pendakian Spiritual Dedes’ yang disusun oleh I Made Suarsa dan diterbitkan oleh Maha Semaya Warga Pande Propinsi Bali tahun 2009. Adapun sumber Pustaka yang (diperkirakan) digunakan dalam buku tersebut adalah ‘Situs Tamblingan’ oleh I Made Sutaba tahun 2007

Sekilas Tentang Pande Bangke Mawong

Tidak hanya di kawasan Danau Tamblingan, di kawasan Danau Beratan pun ditemukan benda-benda purbakala yang merupakan peralatan kerja profesi warga berupa perabot mamande seperti pangububan atau palungan pendingin. Artinya pemukiman komunitas Pande pada masa itu begitu luas wilayahnya. Di samping itu, kecerdasannya juga sangat tinggi, sehingga raja-raja di Bali mengandalkan warga Pande Tamblingan untuk memproduksi beraneka ragam senjata dan peralatan perang lainnya, seperti baju besi misalnya.

Profesionalisme dan kecerdasan warga Pande Tamblingan inilah yang membuat Kerajaan Majapahit gusar, karena merasa sulit menundukkan Bali. Adapun prajurit-prajurit kerajaan Bali saat itu telah dipersiapkan dengan senjata-senjata bertuah. Salah satu senjata bertuah dan sakti yang berhasil dibuat di Tamblingan oleh warga Pandenya adalah senjata keris yang bernama Keris Bangke Maong. Senjata keris inilah yang benar-benar ditakuti oleh Gajah Mada dan bala tentaranya. Nama keris inilah yang kelak menjadi nama warga pande yang ada di Tamblingan ini.

Kerajaan Majapahit yang berobsesi menyatukan seluruh nusantara di bawah kekuasaannya, dipimpin Mahapatih Gajah Mada berusaha keras menguasai Kerajaan Bali, dengan terlebih dahulu menghancurleburkan basis pembuatan senjata di kawasan sekitar Danau Tamblingan yang notabene Warga Pande Tamblingan sebagai pekerja profesionalnya. Strategi Gajah Mada ini masuk akal dan sangat politis. Apabila sumber pembuatan senjata telah hancur, maka kekuatan persenjataan Bali menjadi lumpuh sehingga mudah ditundukkan.

Akhirnya Majapahit menyerbu Bali pada tahun 1343 yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada. Salah seorang panglima yang ikut dalam invasi Majapahit ke Bali itu adalah Arya Cengceng yang mendapat tugas khusus untuk menghancurleburkan kawasan basis pembuatan senjata di Tamblingan dan usahanya itu berhasil.

Warga Pande Tamblingan meninggalkan tempat kelahirannya dengan terlebih dahulu mengamankan belasan prasasti dengan cara menanamnya di bawah tanah, termasuk benda-benda berharga lainnya, karena tidak mungkin mereka bawa mengungsi. Bahkan diperkirakan sejumlah prasasti ada yang sengaja dibuang ke Danau Tamblingan agar terjamin keamanannya, dengan harapan dapat diambil kembali manakala suasana sudah memungkinkan.

Dengan terbunuhnya sebagian terbesar Warga Pande Tamblingan, otomatis perlengkapan persenjataan perang Raja Bali ketika itu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten atau Sri Gajah Waktra kurang memadai, yang berujung pada jatuhnya Kerajaan Bali (tahun 1343).

Jatuhnya Kerajaan Bali semakin menyebabkan warga Pande Tamblingan mengungsi ke wilayah lainnya agar terbebas dari kepungan bala tentara Majapahit yang terkenal ganas. Para penguasa ketika itu berusaha keras untuk memprioritaskan warga Pande Tamblingan terlebih dahulu mengungsi, dengan harapan nantinya warga bisa kembali ke tempat asalnya mereka dengan jaminan keamanan dari penguasa, hal ini bahkan ditatahkan dalam dua buah prasasti. Akan tetapi warga Pande Tamblingan tetap tidak mau kembali, bahkan tidak sedikit yang kemudian ‘nyineb raga’ (menyembunyikan identitas) agar sama sekali tidak terdeteksi keberadaanya.

Ketika perang berakhir, Arya Cengceng beserta pengikutnya berhasil menduduki dan mengancurleburkan komunitas Pande Tamblingan. Setelah beberapa tahun, diberlakukanlah rekonsiliasi, untuk merangkul kembali dan mengambil hati warga Pande Tamblingan. Arya Cengceng didaulat untuk melakukannya, akan tetapi tetap tidak berhasil karena warga Pande Tamblingan trauma dengan masa lalu.
Oleh karena tidak berhasil melakukan rekonsiliasi meskipun memenangkan perang, Arya Cengceng ditarik dari Tamblingan dan ditempatkan di Bedahulu. Sejak ditariknya Arya Cengceng ke Bedahulu, kabarnya tidak terdengar sama sekali. Tidak ada lagi yang melanjutkan keturunan Arya Cengceng dan dianggap putung.

Keengganan warga Pande Tamblingan untuk kembali ke tanah asalnya ditindaklanjuti oleh para penguasa pada jaman tersebut dengan mengeluarkan dua prasasti untuk membujuk warga Pande Tamblingan kembali pulang, usaha ini tetap saja tidak berhasil. Prasasti pertama dikeluarkan oleh Raja Prameswara tanggal 3 tahun 1306 Saka atau 1384 Masehi yang memerintahkan Arya Cengceng agar jangan mengganggu warga Pande Tamblingan, segera meninggalkan tempat tersebut dan tinggal di Goa Gajah. Sementara warga Pande Tamblingan diminta agar kembali ke tempat asalnya dari tempat pengungsian.

Himbauan Raja Prameswara tersebut rupanya tidak mendapat respons dari warga Pande Tamblingan di pengungsian, karena khawatir himbauan itu hanyalah jebakan. Mengingat pentingnya peranan warga Pande Tamblingan, maka penguasa kembali menerbitkan prasasti pada Sasih Kedasa (sekitar bulan April) tahun 1930 dengan isi dan maksud yang sama. Hanya saja warga Pande Tamblingan tetap tidak bergeming dan memilih untuk tetap nyineb wangsa (menyembunyikan identitas).

Ada dua versi yang menjelaskan mengapa warga Pande Tamblingan disebut sebagai Pande Bangke Maong. Versi pertama menjelaskan bahwa sebagai akibat kebertuahan (keampuhan) senjata yang dibuat warga Pande tersebut, menyebabkan siapapun yang terkena senjata walau hanya tergores atau bahkan tersentuh saja, seketika itu juga orang tersebut akan mati dan beberapa saat kemudian mayatnya (bangke) akan berubah menjadi rusak, kotor dan kusam (maong). Sehingga lahirlah istilah Pande Bangke Maong.

Versi lain mengatakan bahwa Bangke Maong sesungguhnya hanyalah plesetan saja dari kata-kata Pande Bang Kemaon (Pande yang hanya berwarna merah atau bang). Sebagaimana diketahui bahwa warna merah adalah warna khas Pande sebagai simbol dari Bhatara Brahma, junjungan warga pande yang ingin menunjukkan jati diri sebagai penyembah Brahma.

Dewasa ini, warga Pande Bangke Maong ditenggarai berada di beberapa wilayah di Bali seperti di sekitar Desa Rendang (Karangasem), di Desa Semita, Srongga dan Pejeng (Gianyar), di Desa Kayu Putih (Tabanan) dan beberapa tempat lainnya.

Kendatipun masih membutuhkan kajian yang lebih detail dengan melakukan napak tilas perjalanan para leluhur Pande pada jaman dahulu, untuk sementara Pande Bangke Maong yang kini tersebar di wilayah-wilayah tersebut, dapat diyakini adalah mawiwit atau berasal dari Tamblingan. Sehingga wajar kalau mereka harus merapatkan barisan untuk mempersatukan diri menyatukan visi tentang asal dan penyebaran Pande Bangke Maong di Bali.

* * *

Tulisan diatas saya ambil dari Buku ‘Catatan Pendakian Spiritual Dedes’ yang disusun oleh I Made Suarsa dan diterbitkan oleh Maha Semaya Warga Pande Propinsi. Adapun sumber Pustaka yang (diperkirakan) digunakan adalah ‘Pande Tamblingan’ oleh Made Kembar Kerepun tahun 2002.

Asal Mula Istilah Pande

ulisan berikut sebenarnya dipublikasikan dalam bentuk Notes di sebuah jejaring sosial FaceBook oleh Yande Putrawan, seorang generasi muda Warga Pande dari Pedungan Denpasar dimana untuk sementara ini didaulat sebagai Koordinator Pembentukan Yowana Paramartha Warga Pande, sebuah wadah berkumpulnya Teruna Teruni Semeton Pande untuk bertukar informasi tentang kePandean.

Lantaran saking panjangnya, tulisan tersebut akan saya pecah menjadi 2 bagian. Tulisan pertama bercerita tentang keberadaan Sekte (aliran) di Indonesia pada tahun 75 Masehi sebagai gambaran awal yang tidak terpisahkan dengan sejarah penyebutan istilah Pande, dan Tulisan kedua tentang Ajaran Aji Panca Bayu yang merupakan perkembangan dari keberadaan Sekte (aliran) diatas.

* * *

Mengapa disebut Pande?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya (Yande Putrawan) akan mengutip dari sumber yang saya miliki. Namun dikarenakan usia buku yg sangat tua menyebabkan tulisan pada covernya susah dibaca, bagi mahasiswa yang kebetulan memerlukan referensi tentu akan sulit untuk mengutip. Mohon Maaf untuk keterbatasan tersebut.

Di Indonesia pernah kita mengenal beberapa sekte antara lain Sekte Aji Saka, Sekte Markandeya, Sekte Waisnawa, Sekte Agastya, Sekte Pasupatiya, Sekte Ganadipa, Sekte Buda Mahayana, Sekte Budha Tantrayana, Sekte Bhairawa, Sekte Siwa, Sekte Bramana, Sekte Rudra, Sekte Maisora, Sekte Sambu dan masih banyak lainnya.

Diantara sekte tersebut yang lebih dikenal di indonesia adalah Sekte Sakeya atau Sekte Saka. Aliran ini masuk ke Indonesia pada tahun 75 Masehi, sehingga tahun tersebut disebut tahun Caka bernafaskan ajaran Brahma Siwa. Di Bali jelas dapat kita lihat bahwa perkembangan agama sekte itu terjadi pada jaman Kesari Warmadewa, memasuki zaman kerajaan Udayana. Pada masa ini jelas sekali terlihat ciri-ciri sekte yang berkembang di Bali.

Menurut catatan, tidak kurang dari 16 sekte yang ada, masing masing dengan ciri-cirinya antara lain :
• Aliran Pasupatinya : memuliakan matahari sebagai manifestasi Hyang Widhi, selanjutnya tata pelaksanaan persembahyangannya disebut Surya Sewana
• Aliran Ganaspatinya : memuliakan Dewa Ganesha sebagai manifestasi Hyang Widhi, dimana disetiap tempat angker atau dianggap suci ditempatkan arca Ganesha dan memuliakan Dewa Angin
• Aliran Budha Mahayana, Budha Bairawa, Budha Hinayana, Tantriisma Putih, Tantriisma Hitam : ajarannya adalah makan sepuasnya, makan darah lawar dan tuak arak. Ajaran ini paling terkenal di jamannya. Bukti-bukti ajaran yang masih ditinggalkan sampai sekarang adalah makan lawar maupun komoh dengan tambahan darah hewan.
• Ajaran Panestian : teluh, leak, terangjana disebut aliran Pengiwa.
• Ajaran Pengobatan : pengelantih sabuk dari pekakas balian disebut aliran Penengen.

Ciri ciri aliran Bairawa tersebut paling nyata sampai sekarang bisa dikenali di bali dan justru dilarang oleh pengembang Brahma Wisnu Budha. Jelaslah aliran Bairawa yang dianut oleh raja Maya Denawa yang pernah menggemparkan Bali, ditandai dengan makan lawar yaitu makanan dari daging mentah dicampur darah mentah, minum arak dan tuak dan bersenggama.

Kemudian mengamalkan ajaran Pengiwa seperti angleak, aneluh, arangjana kemudian penengen dengan mengajarkan pengentih, kekebalan, guna-guna yang menurut ajaran Weda sangat dilarang untuk dipelajari dan dikembangkan.

Justru di bali ajaran ini pernah berkuasa di jamannya raja Jaya Kesunu atau raja Jaya Pangus, dari perselisihan aliran Siwa Brahma Waisnawa dengan aliran Bairawa yang kemudian menimbulkan peperangan dibali.

Raja Maya Denawa aliran Bairawa bermarkas di Batur berperang dengan aliran Brahma Siwa Waisnawa yang bermarkas di Besakih dengan raja Jaya Pangus sebagai tokohnya.

Dalam perang besar jaman itulah yang melahirkan mitos yang amat kesohor disebut Galungan (hari raya Galungan) ditandai dengan terbunuhnya raja Maya Denawa di Bedulu di pinggiran kali Petanu.

Demikian gambaran singkat tentang sekte di bali jaman itu. Selanjutnya terus berkembang sampai jaman Prabu Udayana sekitar tahun 1001 Masehi. Di periode tahun inilah lahir paham ajaran Tri Murti dimana keseluruhan sekte yang ada di Bali telah dipersatukan menjadi satu kepercayaan disebut “Tri Murti” (Brahma, Wisnu dan Siwa) selanjutnya kita mengenal dengan Padma Tiga, cikal bakal adanya padma di bali sebagai simbol periyangan Hyang Widhi.