Minggu, 18 Desember 2011

Bersyukur Terlahir Sebagai Keturunan Pande

Sebagai keturunan seorang Empu atau soroh Pande merupakan seorang yang benar-benar ahli dibidangnya dan memiliki beberapa keahlian yang menunjang proses kreatif dalam penciptaan karya-karyanya, adapun beberapa keahlian khusus yang dimiliki oleh seorang Empu untuk merujuk pada proses kreatifnya adalah :

1.Ahli dalam bidang agama dan Spiritual

Pada masanya seorang Empu adalah orang yang dianggap suci dan memahami betul akan pemahaman kehidupan dan mampu memahami sesuatu yang gaib, seorang empu biasa memimpin upacara-upacara keagamaan ataupun upacara-upacara sesaji lainya. Empu merupakan panutan bagi masyarakat sekitarnya.

2.Ahli dalam bidang olah senjata

Ada ungkapan senjata yang baik adalah senjata yang dibuat oleh pendekar (ahli olah senjata) yang hebat, Jadi kebanyakan para empu adalah seorang yang ahli “olah kanuragan” dalam memainkan senjata/pesilat/pendekar yang mahir. Dalam babad Bali diterangkan ketika patih Gajah Mada ingin menaklukan Bali, mahapatih Gajah Mada merangkul para empu/pande dan menempatkan di garis depan, Sang patih sangat yakin akan keberanian dan kehebatan olah senjata para empu keris/pande.

3.Ahli dalam bidang Psikologis

Seorang empu memiliki kemampuan memahami karakter psikologis dari pemesanya sehingga keris yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan watak,prilaku dan karakter dari pemakainya, diceritakan dalam babad dan juga cerita-cerita rakyat bahwa para kesatria memesan keris pada seorang empu agar sesuai dengan dirinya.

Keris merupakan sebuah karya yang mampu berperan sebagai “Obyek ataupun Subyek” dari pemakainya, Keris dapat diperlalukan sebagaimana keinginan dari si pemilik seperti dipakai untuk senjata, kelengkapan busana, benda pamer dll tetapi keris juga mempengaruhi sifat dan karakter pemiliknya sebagaimana keyakinan dari pemilik terhadap kekuatan dan atau bahasa simbol dari kerisnya.

4.Ahli Anatomi

Keahlianya didalam olah senjata dengan sendirinya seorang empu ahli dalam anatomi manusia. Keahlian ini sebagai penunjang agar karya yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan “dedeg Piadek” atau ukuran badan si pemakainya, dengan demikian karya yang dihasilkan dapat diperankan sesui dengan pemakainya. Perlu diingat kembali bahwa semua hal yang berkaitan dengan ukuran tiap-tiap bagian keris menggunakan ukuran bagian badan seperti: “nyari,kilan,cengkang dll.

5.Ahli dalam bidang politik

Pada masa majapahit oleh Gajah Mada empu diberi kedudukan tertentu dalam pemerintahan. Seorang empu banyak terlibat dalam percaturan politik dan terlibat didalam strategi kenegaraan dan perang.

Penghargaan khusus dari raja banyak diberikan kepada para empu keris yang mumpuni, mereka diberi kedudukan tinggi, lengkap dengan nama dan gelar kebangsawanan seperti Empu Supo yang disayang oleh raja karena berjasa mengembalikan Keris Sangkelat yang telah hilang dari keraton kemudian diangkat jadi menantu dan diberi gelar pangeran dengan hadiah tanah perdikan atau tanah bebas pajak.

6.Ahli dalam bidang Sastra

Seorang empu biasanya mempelajari sastra dan mereka adalah orang-orang yang terpelajar, sebagian besar dari mereka terjalin hubungan baik dengan keraton sehingga mereka memperdalam sastra untuk interaksi mereka, disamping itu mereka menganggap ajaran sastra merupakan salah satu untuk menambah pengetahuan dan kedalaman batin. Dalam ajaran “Aji Panca Bayu” yang di pelajari oleh para pandie di Bali, merupakan bagian ajaran Panca Brahma Pancak Sara yang berakar dari Aji Dasak Sara Pamurtining Aksara Anacaraka asal muasal Aji Saka, menerangkan: Aji Ngaran Sastra, Saka ngaran tiang ngaran pokok yang secara umum mengandung pengertian sumber dari ajaran Sastra Kesusastraan, dalam ajaran tersebut ada ungkapan;

” Sastra ngaran tastas ngaran terang

Astra ngaran api ngaran sinar”

Yang secara umum mengandung pengertian, dengan mengenal api orang akan mengenal terang, sebaliknya orang yang tidak mengenal sastra sama dengan buta huruf berarti hidup dalam kegelapan.

7.Ahli dalam bidang Artistik

Bentuk dasar dari bilah keris terdiri dari bilah keris lurus, bilah keris luk dan bilah keris campuran antara luk dan lurus. Jumlah nama dari dapur bilah keris banyak sekali, Pujangga besar Ronggowarsito menyebut tak kurang dari 560 dapur keris. Rafles dalam bukunya “Histori Of Java” (1817) melukiskan 41 dapur keris utama yang ada pada abad ke-19.Buku tinggalan PB IX tentang dapur keris (1792 Saka) menyebut 218 nama dapur keris.

Maka bersyukurlah dan berbanggalah lahir sebagai keturunan pande dan mempunyai leluhur seorang empu..... karena kita memiliki berbagai keistimewaan sejak dahulu kala! tapi " jangan sombong "


Sumber : www.wargapande.org

Jumat, 04 November 2011

Pracasti Pande (Bagian 02 – Kisah Brahma Pande)

Dikutif dari www.pandebaik.com

KISAH BRAHMA PANDE

Pada zaman purbakala (Asitkala), dimana alam mulai teratur kembali (Swastika) setelah melalui zaman kiamat (Sanghara kalpa) maka Tuhan sang pencipta alam ini (Hyang Parama Brahma) berkehendak akan menciptakan isi alam ini dengan jalan mengadakan dhat purusa dan pradana, yang terkenal diantara Panca Purusa bersama pradhanarja yaitu Iswara, Brahma, Mahadewa, Wisnu dan Siwa.

Tidak diceritakan dengan panjang lebar tentang tugas dan perkembangan ciptaan Panca Purusa itu masing-masing untuk mengisi alam ini dengan tumbuh-tumbuhan dan semua mahluk (Sthawara Janggama) demikian pula silsilah turunannya masing-masing, yang penting diceritakan disini adalah riwayat turunan Hyang Brahma yang berhubungan dengan kisah Brahma Pande.

Pada zaman Daha, pada kerajaan Singasari di Jawa Timur tersebut ada lima orang bersaudara yang Iangsung keturunan Bhatara Brahma merupakan pendeta (Brahmana) yang sangat setia kepada tapa. Yang sulung bernama Empu Agnijaya, adik-adiknya masing-masing bernama Empu Witadharma, Empu Kapakisan, Empu Bang Sidimaantra dan Empu Kulputih. Empu Witadharma berputrakan Empu Wiradharma, yang kemudian berputrakan dua orang, Empu Ketek dan Empu Lalumbang berasrama di Tumapel yang bergelar Empu Gandring.

EMPU BRAHMARAJA

Diceritakan Bhatara Brahma tepekur dipuncak gunung cilasayana bermaksud akan mengembangkan turunan diseluruh permukaan bumi, diantaranya supaya ada yang bertugas membuat perhiasan pakaian para Bhatara dan manusia kelak. Pada suatu hari tatkala Bhatara Brahma sedang dalam tepekur melakukan Tapa mantera memuja Tuhan Maha Esa dengan jalan Brata, Yoga, Samadhi, tiba-tiba keluarlah api dari paha kanannya dengan nyala yang berkobar-­kobar, seakan-akan Hyang Agni turun menjelma di dunia, lalu terjatuh di tengah telaga Nodja. Tetapi setelah nyala api itu padam, maka Inti hakekat api itu berubah menjadi zat air tirta yang seakan-akan air Gangga, Saraswati, Yamuna dan Narwada. Demikianlah perubahan api itu.

Air tirta itu lalu dipuja oleh Bhatara maka keluarlah seorang anak bayi dari dalamnya dengan wajah durja dan bentuk perawakannya laksana Hyang Sanatkumara menjelma ke dunia ini. Anak bayi itu muncul dari dalam pusaran air tirta sambil menangis, karena jiwanya merasakan bahwa lahirnva kedunia itu tidak melalui saluran biasa, yaitu tidak tidak mempunyai orang tua yang mengasuhnya semasa umur bayi.

Dengan tiba-tiba terlihat suatu api (teja) yang amat terang cahayanya diatas suatu kedudukan padmasana bagaikan manik melayang-layang. Jiwa anak itu berkata “Pekulun Tuhan yang menjiwai semesta alam ini dan yang berbadan sukma gaib, hambamu mohon belas kasihan Tuhan untuk memberi petunjuk­ siapakah sebenarnya kedua orang tua hamba sehingga lahir seperti ini ? ya Tuhan, tunjukkanlah hambamu yang lemah ini”

“Hai anakku” jawab Bhatara Brahma “aku ini adalah Prajapati (sebutan Brahma yang berarti raja alam) yang menjadi bapamu”

Sementara itu jiwa anak bayi itu mulai dapat mengeluarkan kata-katanya melalui mulut badan jasmaninya, seraya menyembah katanya, “Sembahku terhadap paduka Sang Hyang Pitamaka (sebutan Brahma yangberarti bapa atau kawitan seluruh alam). Siapakah yang patut memberi anugerah pemellhara, sementara hamba berbadan bayi, yang terutama memberi didikan dan bimbingan tentang hakekat kebenaran hidup sebagai seorang manusia, sebab banyak penjelmaan atma yang menjadi berbagai golongan makhluk di dunia ini ?”

“Benar katamu wahai anakku” jawab Brahma. “Dari alam niskala bagi kamu anakku, pemelihara manusia biasa, tidak perlu bertapa lebih dahulu, aku akan menganugerahi engkau sebagian kesaktianku. Dengan demikian tidak perlu lagi pertolongan orang lain. Sejak saat ini aku beri nama engkau Empu Brahmaradja.”

Demikianlah sabda Hyang Brahma, maka anak bayi itu tampaknya kian besar dan kuat, dapat dengan sendirinya berenang pergi ketepi telaga, kemudian berkata pula, “Ya Tuhan, bagaimana hambamu akan melakukan karya tangan yang dapat mernberikan upah jiwa atau sandang pangan bagi hambamu, karena belum berpengalanian hidup sebagai manusia. Kewajiban apa yang patut hambamu kerjakan yang dapat merupakan sumbangan jasa kepada dunla.”

Jawab Bhatara Brahma, “Anakku, kamu Empu Brahmaradja, baiklah, kini aku memberikan kepadamu suatu pekerjaan yang patut menjadi kewajibanmu dan dapat pula kamu menyumbangkan jasa baikmu kepada dunia, tetapi harus didasari dengan, kejujuran dan hati yang tulus. Pekerjaan dan kewajibanmu aku namai, Dwi Labha, yaitu Angandring dan Amande Galuh.”

ANGANDRING DAN AMANDE GALUH

Yang dinamai Angandring ialah pekerjaan membuat segala senjata yang tajam. Yang disebut Amande Galuh adalah suatu kewajiban membuat sampingan yaitu segala pakaian dan perhiasan orang yang menjadi wiku (pendeta) dan kesatria Abhiseka Ratu.

Nasehatku yang penting bila engkau telah memulai pekerjaan itu didunia, janganlah lupa atau melepaskan ajaran Dharmakriya dari batinmu. Dharmakriya artinya segala pekerjaan dalam Dwi Labha itu, patut dikerjakan sampai selesai dan beres, berdasarkan hati setia, jujur dan tenang, semua itu disebut “Catur Dharmakriya”

Suatu contoh yang pernah terjadi, seorang anak dari Empu Pananda bernama Empu Lalumbang, ia bekerja Angandring, tetapi tidak berpegangan teguh kepada Catur Dharmakriya. la diminta membuat keris oleh Ken Arok, tidak diselesaikan keris itu pada hari yang telah dijanjikan, sehingga akhirnya ia ditikam dengan keris yang belum sempurna selesainya itu. Sebab itu engkau harus berpegang teguh pada Catur Dharmakriya itu. Demikianlah Dharma orang memegang pekerjaan Aji kepandaian. Itulah nasehat Hyang Brahma kepada Empu Brahmaradja.

Pracasti Pande (Bagian 01 – Pendahuluan)

Dikutif dari www.pandebaik.com

Buku berikut secara kebetulan saya pinjam dari Jero Mangku Wija di Peraupan Peguyangan Denpasar Utara, saat dilaksanakannya Rapat Maha Semaya Warga Pande Kota Denpasar, Sabtu 15 oktober 2011 beberapa waktu lalu. Buku ini merupakan hasil salin ulang I Gede Saptha Yasa di Malang, 19 Mei 2000 dari sebuah buku dalam ejaan yang belum disempurnakan, diterbitkan oleh Pustaka Balimas 1 April 1958 dan diterjemahkan oleh I Gusti Bagus Sugriwa.

Adapun sumber utama buku ini adalah Lontar berbahasa Kawi Bali, yang aslinya diterima dari Mengwi dan disalin pada tanggal 16 Juni 1952 oleh Wayan Mendra, Pegawai Gedung Kertya. Salinan Lontar dengan nomor Va 2404 ini dipinjam oleh I Gusti Bagus Sugriwa atas permintaan beberapa Warga Pande, dari Gedong Kirtya Singaraja.

PENDAHULUAN

Om Avighnam Astu Namo Sidham

Om Svastyastu

Dari beberapa warga Pande, dengan tulus hati meminta kepada I Gusti Bagus Sugriwa, agar berusaha menterjemahkan Pracasti Pande dari lontar (kitab pustaka) yang berbahasa Kawi Bali ke bahasa Bali umum atau bahasa Indonesia, supaya dapat merupakan suluh sekedarnya untuk menerangi gelap pandangan dalam garis besar riwayat leluhurnya, istimewa bagi generasi muda yang akan datang.

Permintaan yang timbul dengan hati tulus ikhlas ini sangat berkesan dihatinya, kemudian tumbuh dengan subur gairah hasrat untuk memenuhinya berdasarkan pengertian dan harapan, semoga karenanya dapat membangkitkan ingatan kenangan dan cinta bakti kepada leluhurnya dan dapat pula mempercontoh dharma susila kawitannya dalam ajaran agama yang layak dipergunakan sebagai suatu pegangan atau pedoman dalam pergolakan hidupnya sebagai manusia susila, sesuai dengan inti hakekat, ajaran agama Hindu di Bali, disamping bersembahyang kepada Hyang Widhi Waca berbakti kepada Bhatara-Bhatari (kawitan-kawitan). Bagi mereka yang lupa dengan kawitannya tidaklah mempunya pegangan yang kuat untuk berdiri diatas tumpuan masyarakat.

Kita sebagai masyarakat khususnya masyarakat Bali merasa sangat beruntung dengan keberadaan Gedong Kertya di Singaraja yang menyediakan berbagai jenis lontar, pustaka-pustaka. Dari Gedong Kertya inilah Pracasti Pande dipinjam oleh I Gusti Bagus Sugriwa dengan nomor Va 2404 dan diterjemahkannya. Lontar aslinya diterima dari Mengwi dan disalin pada tanggal 16 Juni 1952 oleh Wayan Mendra pegawai Gedong Kertya.

Mengingat Pracasti Pande yang diterjemahkan oleh I Gusti Bagus Sugriwa tanggal 1 April 1958 diterbitkan oleh Pustaka Balimas dalam ejaan yang belum disempurnakan, maka kami mencoba menyalin kembali tanpa menyimpang dari isi aslinya. Salinan Pracasti ini bukan dimaksud untuk diperbanyak dan diperjualbelikan. Kami menyalin kembali Pracasti Pande ini tujuannya guna mempermudah memahami isi dari Pracasti Pande. Kami berharap semoga salinan yang ejaannya telah kami sempurnakan ini bermanfaat bagi semuanya khususnya Warga Pande.

Om Santih, Santih, Santih Om

Minggu, 03 Juli 2011

Rahajeng galungan Lan Kuningan


Galungan adalah hari raya suci Hindu yang jatuh pada Buda Kliwon Dungulan berdasarkan hitungan waktu bertemu sapta wara dan panca wara. Umat Hindu dengan penuh rasa bhakti melaksanakan rangkaian hari raya suci Galungan dan Kuningan dengan ritual keagamaan. Oleh : I Nyoman Dayuh, (UNHI - Dps)

Menurut lontar Purana Bali Dwipa disebutkan :

"Punang aci galungan ika ngawit bu, ka, dungulan sasih kacatur tanggal 25, isaka 804, bangun indra bhuwana ikang bali rajya".


Artinya:

"Perayaan hari raya suci Galungan pertama adalah pada hari Rabu Kliwon, wuku Dungulan sasih kapat tanggal 15 (purnama) tahun 804 saka, keadaan pulau Bali bagaikan lndra Loka".
Mulai tahun saka inilah hari raya Galungan terus dilaksanakan, kemudian tiba-tiba Galungan berhenti dirayakan entah dasar apa pertimbangannya, itu terjadi pada tahun 1103 saka saat Raja Sri Eka Jaya memegang tampuk pemerintahan sampai dengan pemerintahan Raja Sri Dhanadi tahun 1126 saka Galungan tidak dirayakan. Dan akhirnya Galungan baru dirayakan kembali pada saat Raja Sri Jaya Kasunu memerintah, merasa heran kenapa raja dan para pejabat yang memerintah sebelumnya selalu berumur pendek. Untuk mengetahui sebabnya beliau bersemedi dan mendapatkan pawisik dari Dewi Durgha menjelaskan pada raja, leluhumya selalu berumur pendek karena tidak merayakan Galungan, oleh karena itu Dewi Durgha meminta kembali agar Galungan dirayakan kembali sesuai dengan tradisi yang berlaku dan memasang penjor.

Macam - Macam Galungan

A. Galungan

Di dalam lontar Sundarigama menyebutkan pada Buda Kliwon wuku Dungulan disebut hari raya Galungan.

B. Galungan Nadi

Apabila Galungan jatuh pada bulan Purnama disebut Galungan Nadi, umat Hindu melaksanakan tingkatan upacara yang lebih utama. Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa bahwa Galungan jatuh pada sasih kapat (kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 saka Bali bagaikan lndra Loka ini menandakan betapa meriahnya dan sucinya hari raya itu.

C. Galungan Naramangsa.

Dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala mengenai Galungan Naramangsa disebutkan apabila Galungan jatuh pada Tilem Kapitu dan sasih Kasanga rah 9, tengek 9, tidak dibenarkan merayakan hari raya Galungan dan menghaturkan sesajen berisi tumpeng seyogyanya umat mengadakan caru berisi nasi cacahan dicampur ubi keladi, bila melanggar akan diserbu oleh Balagadabah.

Makna Galungan dan Kuningan






Rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan

Persiapan perayan hari raya Galungan dimulai sejak Tumpek Wariga disebut juga Tumpek Bubuh, pada hari ini umat memohon kehadapan Sanghyang Sangkara, Dewanya tumbuh tumbuhan agar Beliau menganugrahkan supaya hasil pertanian meningkat. Setelah itu wrespati Sungsang adalah hari Sugihan Jawa merupakan pensucian bhuwana agung dilaksanakan dengan menghaturkan pesucian mererebu di Merajan, pekarangan, rumah serta menyucikan alat-alat untuk hari raya Galungan. Besoknya Sukra Kliwon Sungsang disebut hari Sugihan Bali, pada hari ini kita melaksanakan penyucian bhuwana alit, mengheningkan pikiran agar hening, heneng dan metirta gocara. Selanjutnya Redite Paing Dungulan disebut penyekeban.

Pada hari ini adalah hari turunnya Sang Kala Tiga Wisesa, maka pada hari ini para wiku dan widnyana meningkatkan pengendalian diri (anyekung adnyana). Besoknya Soma Pon Dungulan disebut penyajaan pada hari ini tetap menguji keteguhan sebagai bukti kesungguhan melakukan peningkatan kesucian diri seperti yoga semadi. Selanjutnya Anggara Wage Dungulan disebut penampahan melakukan bhuta yadnya ring catur pate atau lebuh di halaman rumah, agar tidak diganggu Sang Kala Tiga Wisesa. Besoknya Buda Kliwon Dungulan disebut Hari Raya Galungan umat Hindu melakukan pemujaan kepada Tuhan dengan segala manifestasi-Nya. Wrespati Umanis Dungulan disebut Manis Galungan, umat saling kunjung-mengunjungi dan maaf-memaafkan. Selanjutnya Saniscara Pon Dungulan disebut pemaridan guru pada hari ini umat melaksanakan tirta gocara, Redite Wage Kuningan disebut ulihan kembalinya Dewa dan Pitara kekahyangan.

Selanjutnya Soma Kliwon Kuningan disebut Pemacekan Agung Dewa beserta pengiringnya kembali dan sampai ketempat masing-masing. Sukra Wage Kuningan disebut Penampahan Kuningan adalah persiapan untuk menyambut hari Raya Kuningan. Besoknya Saniscara Kliwon Kuningan hari Raya Kuningan, pada hari ini umat Hindu memuja Tuhan dengan segala manifestasinya. Upacara menghaturkan saji hendaknya.dilaksanakan jangan sampai lewat tengah hari, mengapa ? Karena pada tengah hari para Dewata diceritakan kembali ke swarga. Kemudian yang paling akhir dari rangkaian hari raya Galungan yaitu Buda Kliwon Pahang disebut pegat uwakan akhir dari pada melakukan peberatan Galungan sebagai pewarah Dewi Durga kepada Sri Jaya Kasunu ditandai dengan mencabut penjor kemudian dibakar, abunya dimasukkan kedalam bungkak gading ditanam di pekarangan.

Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan

Dharma dan Adharma Pada hari raya suci Galungan dan Kuningan umat Hindu secara ritual dan spiritual melaksanakannya dengan suasana hati yang damai. Pada hakekatnya hari raya suci Galungan dan Kuningan yang telah mengumandang di masyarakat adalah kemenangan dharma melawan adharma. Artinya dalam konteks tersebut kita hendaknya mampu instrospeksi diri siapa sesungguhnya jati diri kita, manusia yang dikatakan dewa ya, manusa ya, bhuta ya itu akan selalu ada dalam dirinya. Bagaimana cara menemukan hakekat dirinya yang sejati?, "matutur ikang atma ri jatinya" (Sanghyang Atma sadar akan jati dirinya).

Hal ini hendaknya melalui proses pendakian spiritual menuju kesadaran yang sejati, seperti halnya hari Raya Galungan dan Kuningan dari hari pra hari H, hari H dan pasca hari H manusia bertahan dan tetap teguh dengan kesucian hati digoda oleh Sang Kala Tiga Wisesa, musuh dalam dirinya, di dalam upaya menegakkan dharma didalam dirinya maupun diluar dirinya. Sifat-sifat adharma (bhuta) didalam dirinya dan diluar dirinya disomya agar menjadi dharma (Dewa), sehingga dunia ini menjadi seimbang (jagadhita). Dharma dan adharma, itu dua kenyataan yang berbeda (rwa bhineda) yang selalu ada didunia, tapi hendaknyalah itu diseimbangkan sehingga evolusi didunia bisa berjalan.

Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dharma tidaklah hanya diwacanakan tapi dilaksanakan, dalam kitab Sarasamuccaya (Sloka 43) disebutkan keutamaan dharma bagi orang yang melaksanakannya yaitu :

"Kuneng sang hyang dharma, mahas midering sahana, ndatan umaku sira, tan hanenakunira, tan sapa juga si lawanikang naha-nahan, tatan pahi lawan anak ning stri lanji, ikang tankinawruhan bapanya, rupaning tan hana umaku yanak, tan hana inakunya bapa, ri wetnyan durlaba ikang wenang mulahakena dharma kalinganika".

Artinya:
Adapun dharma itu, menyelusup dan mengelilingi seluruh yang ada, tidak ada yang mengakui, pun tidak ada yang diakuinya, serta tidak ada yang menegur atau terikat dengan sesuatu apapun, tidak ada bedanya dengan anak seorang perempuan tuna susila, yang tidak dikenal siapa bapaknya, rupa-rupanya tidak ada yang mengakui anak akan dia, pun tidak ada yang diakui bapa olehnya, perumpamaan ini diambil sebab sesungguhnya sangat sukar untuk dapat mengetahui dan melaksanakan dharma itu.

Di samping itu pula dharma sangatlah utama dan rahasia, hendaknyalah ia dicari dengan ketulusan hati secara terus-menerus. Sarasamuccaya (sloka 564) menyebutkan :

"Lawan ta waneh, atyanta ring gahana keta sanghyang dharma ngaranira, paramasuksma, tan pahi lawan tapakning iwak ring wwai, ndan pinet juga sire de sang pandita, kelan upasama pagwan kotsahan".

Artinya:

Lagi pula terlampau amat mulia dharma itu, amat rahasia pula, tidak bedanya dengan jejak ikan didalam air, namun dituntut juga oleh sang pandita dengan ketenangan, kesabaran, keteguhan hati terus diusahakan.

Demikianlah keutamaan dharma hendaknyalah diketahui, dipahami kemudian dilaksanakan sehingga menemukan siapa sesungguhnya jati diri kita. (WHD No. 436 Juni 2003).

http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=372&Itemid=2&limit=1&limitstart=0

Rabu, 29 Juni 2011

Umat Hindu Di bali rayakan Sugian Jawa dan Sugian Bali

6 Hari sebelum hari raya Galungan, umat Hindu di Bali khususnya merayakan hari penyucian yang dinamakan Sugian Jawa dan Sugian Bali. Sugian Jawa mempunyai makna penyucian alam semesta (bhuana agung), sedangkan Sugian Bali mempunyai makna penyucian diri sendiri (bhuana alit).

Sugian Jawa diperingati setiap hari Kamis dan Sugian Jawa setiap hari Jumat sebelum Galungan. Upacara ini merupakan rangkaian dari upacara besar umat Hindu, Galungan dan Kuningan. Beberapa upacara yang merupakan rangkaian adalah terhitung dari hari Sugian Jawa, Sugian Bali, jatuh tepat pada hari Sukra Wage, Wuku Sungsang, berlanjut menuju hari Penyekeban, Penyajaan, Penampahan, Galungan, Umanis Galungan, Ulihan, Pamacekan Agung, Penampahan Kuningan, hingga perayaan hari raya Kuningan.

Ketidaksucian bhuana agung, tidak terlepas dari ulah manusia sebagai pemegang otoritas atas bhuana alit. Agar bhuwana agung ini menjadi suci kembali, maka bhuana alit harus dibuat suci terlebih dulu. Caranya dikembalikan kepada manusia sendiri. Kalau tidak mampu memaknai dengan cara upacara, dapat dilakukan dengan cara lain, karena Ida Sang Hyang Widhi Wasa telah mengisyaratkan, dengan cara apa pun asalkan menuju kepada-Nya, Beliau akan terima. Yang paling penting adalah memahami arti dari ”kesucian” itu sendiri. Kalau itu tidak dipahami, sama saja artinya pergi ke suatu tempat, yang alamatnya tidak jelas.

Dalam kitab Wedanta disebutkan, bahwa manusia terdiri dari badan, manas (pikiran), budhi (kecerdasan) dan atman yang merupakan percikan dari Paraatman. Setiap makhluk hidup mempunyai atman yang sama. Yang membedakan di antara makhluk adalah adanya badan yang membungkusnya, budhi dan manas itu sendiri. Inilah yang bisa membuat manusia menjadi tidak suci. Kebodohan, nafsu dan keinginan-keinginan kotor telah membendung sinar suci atman, sehingga tidak mampu menembus keluar.

Apabila tabir-tabir kebodohan, nafsu dan keinginan kotor itu bisa disingkap, dengan menghilangkan atau menekan serendah mungkin, maka sinar-sinar suci atman akan mampu menembus keluar dari badan manusia.

Dikutip dari berbagai sumber.

Rabu, 22 Juni 2011

Maha Semaya Warga Pande Kota Denpasar Segera Laksanakan Lokasabha


Untuk mengevaluasi eksistensi organisasi sosial keagamaan yang berbasis Warga Pande, Maha semaya Warga Pande Kota Denpasar akan menggelar Lokasabha III di Balai Banjar Pande Kelurahan Renon Denpasar Hari Sabtu 25 Juni 2011 ini.

Pada rapat persiapan dirumah Bapak Ketut Swandi 18 juni 2011, Menurut ketua Paninita lokasabha Bapak I Made Sudiasa bahwa persiapan acara sudah mencapai 80 %. Beliau juga mengatakan bahwa Lokasabha akan dihadiri sekitar 500 peserta dan undangan.

Dalam Lokasabha nanti akan dihadiri oleh Wali Kota Denpasar yang sekaligus membuka acara. Hadir juga nanti Ketua DPRD Kota Denpasar. Undangan juga di smpaikan kepada Ketua PHDI Denpasar, Muspika Denpasar Selatan, Lurah Renon, Bendesa Adat Renon, beserta Kelihan Banjar Adat dan Dinas Br. Pande Renon.

Dari intern Pasemetonan Pande akan hadir beberapa sulinggih Ida Sri Empu Griya Poh Manis, Ida Sri Empu Griya Suci Tatasan dan Ida Sri Empu Griya Tonja yang sekaligus muput acara mejaya - jaya. Jajaran Pengurus MSWP Bali dipastikan hadir, Ketua MSWP Kabupaten se Bali, Ketua Yowana Paramartha Warga Pande Provinsi Bali, serta Ketua Yowana Paramartha warga Pande kabupaten se Bali.

Peserta Lokasabha adalah seluruh Pinandita/Pemangku Pande se-kota Denpasar, Pengurus MSWP Kota Denpasar priode 2005 – 2011, Ketua dan Sekretaris MSWP Kecamatan se Denpasar, utusan Pura Pande se-Denpasar (masing – masing 3 orang), Perwakilan Yowana Pande se-Kota Denpasar.

Hadir juga peninjau yaitu seluruh warga pande dari seluruh Kota Denpasar. Dalam acara lokasabha ini Peserta Lokasabaha memiliki hak suara dan hak untuk dipilih, sedangkan para peninjau hanya memiliki hak untuk dipilih tanpa memiliki hak suara.

Rangkean acara lokasabha di mulai pukul 08.00 wita, diawali oleh registrasi peserta, laporan ketua panitia, Sambutan Ketua MSWP provinsi Bali, pembukaan oleh Wali Kota Denpasar,Dharma WecanaKetua PHDI Kota Denpasar, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus MSWP Kota Denpasar periode 2005 – 2011, Pelantikan Pengurus MSWP kota Denpasar, Pelantikan Pengurus Yowana Paramartha Warga Pande Kota Denpasar yang pertama, dan Mejaya – jaya Pengurus baru di Pura Penataran Pande renon Denpasar.

Semoga acara lokasabha Maha Semaya Warga Pande Kota Denpasar berjalan dengan lancar, dan semoga “ Melalui Lokasabha III Maha Semaya Warga Pande Kota Denpasar, kita tingkatkan Dharma Agama dan Dharma Agama Umat, Menuju Masyarakat yang Keratif Canti lan Jagathitha”

Selasa, 14 Juni 2011

Aedan Karya ring Pura Penataran Pande Tamblingan


I

Upacara Melaspas

Rahina

Tanggal

Jam

:

:

:

:

Prelinggan Ida Bhetara, Bale Gong, Penyawang Ke Alas

Wharaspati Pon Kuningan

14 Juli 2011

10.00 wita

Nyoreang kelaksanayang Pemelastian

Wengi kirang langkung galah 22.00 wita pretima / perlinggan Ida Bhetara Keiring Ke luhur pacing Kepasupati (Mepinton)

Binjang Nyane ring rahina Sukra galah 08.00wita prelinggan ida bhetara mewali ke Pura

II

Upacara

Rahina

Tanggal

Jam

:

:

:

:

Piodalan

Sukra Wage Kuningan

15 Juli 2011

10.00 wita

III

Upacara

Rahina

Tanggal

Jam

:

:

:

:

Penganyarin

Saniscara Keliwon Kuningan (Tumpek Kuningan)

16 Juli 2011

10.00 wita

IV

Upacara

Rahina

Tanggal

Jam

:

:

:

:

Penyineb

Redite Umanis Langkir

17 Juli 2011

10.00 wita

“DUMOGI SEMETON TITIANG MAKASAMI PRESIDA TANGKIL RING PURA PENATARAN PANDE TAMBLINGAN”