Minggu, 29 Januari 2012

Penyucian Jiwa Menyongsong Kemenangan Dharma


Buda keliwon uku dunggulan ngaran galungan, makna perayaan galungan adalah Kemenangan Dharma melawan Adharma. Dharma dan Adharma Pada hari raya suci Galungan dan Kuningan umat Hindu secara ritual dan spiritual melaksanakannya dengan suasana hati yang damai. Pada hakekatnya hari raya suci Galungan dan Kuningan yang telah mengumandang di masyarakat adalah kemenangan dharma melawan adharma. Artinya dalam konteks tersebut kita hendaknya mampu instrospeksi diri siapa sesungguhnya jati diri kita, manusia yang dikatakan dewa ya, manusa ya, bhuta ya itu akan selalu ada dalam dirinya. Bagaimana cara menemukan hakekat dirinya yang sejati?, "matutur ikang atma ri jatinya" (Sanghyang Atma sadar akan jati dirinya).

Hal ini hendaknya melalui proses pendakian spiritual menuju kesadaran yang sejati, seperti halnya hari Raya Galungan dan Kuningan dari hari pra hari H, hari H dan pasca hari H manusia bertahan dan tetap teguh dengan kesucian hati digoda oleh Sang Kala Tiga Wisesa, musuh dalam dirinya, di dalam upaya menegakkan dharma didalam dirinya maupun diluar dirinya. Sifat-sifat adharma (bhuta) didalam dirinya dan diluar dirinya disomya agar menjadi dharma (Dewa), sehingga dunia ini menjadi seimbang (jagadhita). Dharma dan adharma, itu dua kenyataan yang berbeda (rwa bhineda) yang selalu ada didunia, tapi hendaknyalah itu diseimbangkan sehingga evolusi didunia bisa berjalan.

Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dharma tidaklah hanya diwacanakan tapi dilaksanakan, dalam kitab Sarasamuccaya (Sloka 43) disebutkan keutamaan dharma bagi orang yang melaksanakannya yaitu :

"Kuneng sang hyang dharma, mahas midering sahana, ndatan umaku sira, tan hanenakunira, tan sapa juga si lawanikang naha-nahan, tatan pahi lawan anak ning stri lanji, ikang tankinawruhan bapanya, rupaning tan hana umaku yanak, tan hana inakunya bapa, ri wetnyan durlaba ikang wenang mulahakena dharma kalinganika".

Artinya:
Adapun dharma itu, menyelusup dan mengelilingi seluruh yang ada, tidak ada yang mengakui, pun tidak ada yang diakuinya, serta tidak ada yang menegur atau terikat dengan sesuatu apapun, tidak ada bedanya dengan anak seorang perempuan tuna susila, yang tidak dikenal siapa bapaknya, rupa-rupanya tidak ada yang mengakui anak akan dia, pun tidak ada yang diakui bapa olehnya, perumpamaan ini diambil sebab sesungguhnya sangat sukar untuk dapat mengetahui dan melaksanakan dharma itu.

Di samping itu pula dharma sangatlah utama dan rahasia, hendaknyalah ia dicari dengan ketulusan hati secara terus-menerus. Sarasamuccaya (sloka 564) menyebutkan :

"Lawan ta waneh, atyanta ring gahana keta sanghyang dharma ngaranira, paramasuksma, tan pahi lawan tapakning iwak ring wwai, ndan pinet juga sire de sang pandita, kelan upasama pagwan kotsahan".

Artinya:

Lagi pula terlampau amat mulia dharma itu, amat rahasia pula, tidak bedanya dengan jejak ikan didalam air, namun dituntut juga oleh sang pandita dengan ketenangan, kesabaran, keteguhan hati terus diusahakan.

Demikianlah keutamaan dharma hendaknyalah diketahui, dipahami kemudian dilaksanakan sehingga menemukan siapa sesungguhnya jati diri kita. (WHD No. 436 Juni 2003).

http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=372&Itemid=2&limit=1&limitstart=0

Rankaian Galungan sebenarnya sudah di mulai sejak Tumpek Wariga disebut juga Tumpek Bubuh, pada hari ini umat memohon kehadapan Sanghyang Sangkara, Dewanya tumbuh tumbuhan agar Beliau menganugrahkan supaya hasil pertanian meningkat. Selanjutnya rangkaian galungan dilanjutkan dengan Sugian Tenten pada hari Budha Pon wuku Sungsang. Sugian Jawa pada hari Wrehaspati Wage wuku Sungsang dan besoknya pada hari Sukra Kliwon Sungsang disebut Sugian Bali.
Pada hari Sugian Tenten ini tidak ada dinyatakan untuk melakukan suatu upakara. Cuma kalau dilihat dari arti kata tenten yang artinya sadar atau terbangun. Dari sudut ini dapat diartikan bahwa Sugian Tenten itu adalah Sugian untuk membangunkan kesadaran diri guna bangkit berjuang menegakkan Dharma.

Pada hari berikutnya dirayakan Sugian Jawa. Dalam Lontar Sundarigama dinyatakan Sugian Jawa ngaran amrastista bhuwana agung. Artinya, saat hari Sugian Jawa itu sebagai suatu peringatan membangun kesadaran rohani untuk selalu menjaga kelestarian alam. Kata Jawa dalam hal ini berarti jaba yang artinya di luar diri yaitu alam lingkungan tempat kita hidup ini, Hari raya selanjutnya adalah merayakan Sugian Bali. Kata Bali dalam bahasa Sansekerta artinya dalam kamus the powerfull yaitu kekuatan yang maha agung. Kekuatan yang disebut Bali atau Bala itu ada dalam diri kita sendiri sebagai manusia ciptaan Tuhan. Dalam Lontar Sundarigama dinyatakan Sugian Bali ngaran amretistha raga tawulan. Artinya Sugian Bali namanya adalah menyucikan badan diri sendiri.

Redite Paing Dungulan disebut penyekeban Pada hari ini adalah hari turunnya Sang Kala Tiga Wisesa, maka pada hari ini para wiku dan widnyana meningkatkan pengendalian diri (anyekung adnyana). Besoknya Soma Pon Dungulan disebut penyajaan pada hari ini tetap menguji keteguhan sebagai bukti kesungguhan melakukan peningkatan kesucian diri seperti yoga semadi. Selanjutnya Anggara Wage Dungulan disebut penampahan melakukan bhuta yadnya ring catur pate atau lebuh di halaman rumah, agar tidak diganggu Sang Kala Tiga Wisesa. Besoknya Buda Kliwon Dungulan disebut Hari Raya Galungan umat Hindu melakukan pemujaan kepada Tuhan dengan segala manifestasi-Nya. Wrespati Umanis Dungulan disebut Manis Galungan, umat saling kunjung-mengunjungi dan maaf-memaafkan. Selanjutnya Saniscara Pon Dungulan disebut pemaridan guru pada hari ini umat melaksanakan tirta gocara, Redite Wage Kuningan disebut ulihan kembalinya Dewa dan Pitara kekahyangan.

Selanjutnya Soma Kliwon Kuningan disebut Pemacekan Agung Dewa beserta pengiringnya kembali dan sampai ketempat masing-masing. Sukra Wage Kuningan disebut Penampahan Kuningan adalah persiapan untuk menyambut hari Raya Kuningan. Besoknya Saniscara Kliwon Kuningan hari Raya Kuningan, pada hari ini umat Hindu memuja Tuhan dengan segala manifestasinya. Upacara menghaturkan saji hendaknya.dilaksanakan jangan sampai lewat tengah hari, mengapa ? Karena pada tengah hari para Dewata diceritakan kembali ke swarga. Kemudian yang paling akhir dari rangkaian hari raya Galungan yaitu Buda Kliwon Pahang disebut pegat uwakan akhir dari pada melakukan peberatan Galungan sebagai pewarah Dewi Durga kepada Sri Jaya Kasunu ditandai dengan mencabut penjor kemudian dibakar, abunya dimasukkan kedalam bungkak gading ditanam di pekarangan

Memaknai kemenangan Dharma melawan Adharma pada masa kekinian, sebagai generasi muda hindu, sudah seharusnya semangat galungan ini dijadikan pedoman dalam melaksanakan kehidupan sehari – hari. Dalam melaksanakan swadharmaning jatma, sudah seharusnya selalu berlandaskan pada dharma (kebaikan). Dengan melaksanakan semangat galungan ini dalam kehidupan niscaya kedamaian akan tercapai dalam hidup ini

Rahajeng Galungan lan Kuningan dumogi ngemolihan kerahajengan lan kerahayuan doh saking sekancan kapiambeng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar